Senin, 10 September 2012

ANTARA SEDEKAH dan BISNIS PERUSAHAAN INGIN MAJU

Kalau kita seorang usahawan atau pemilik bisnis sudah bisa dipastikan banyak rencana yang ingin dilakukan,ekspansi usaha,efisiensi,bahkan membuat bisnis baru yang tentunya akan mempengaruhi pada status keuangan kita yang ujung-ujungnya akan menghitung profit keuntungan saat ini, atau cash flow usaha kita,semakin banyak rencana ekspansi bisnis semakin banyak dana yang akan kita keluarkan dan saat itu semakin ketat dan berat juga kita dalam mengatur,mengontrol dan mengalokasikan pengeluaran, apakah ada yang salah apabila kita mengalami hal itu?

Tentu saja tidak... Cuman kadang saat-saat seperti inilah yang menyebabkan seorang usahawan merasa berat,sayang bahkan merasa rugi kalau memberikan sebagian hasil profitnya atau pendapatannya untuk orang lain,dalam hal ini bisa berupa sodakoh,zakat atau dana sosial yang dibutuhkan saudara kita yang tidak mampu.Zakat,infak dan sedekah itu sebenarnya bukanlah beban, tetapi sudah merupakan kebutuhan bagi kita untuk ketenangan jiwa dan ketenangan dalam berbisnis atau berinvestasi ,kalau boleh saya bilang sebagai penetralisir sifat rakus,tidak peduli orang lain dan profit oriented semata.

Kita punya bisnis,ingin maju,ingin berkembang.? jika anda tahu kehebatan sedekah pasti anda akan melakukannya,apalagi tiap tahun tidak pernah ketinggalan dengan yang namanya Qurban hewan di hari raya Idul-Adha (Idul Qurban),insya Alloh maju perusahaan anda,di tambah lagi dengan seringnya menyantuni anak yatim,panti jompo,orang-orang tidak mampu,menyumbang pembangunan masjid dll,lalu kita pinta do'anya dari mereka ,agar kita punya usaha atau perusahaan supaya lancar, maju,karyawannya banyak ,berkah rizkinya,begitu kira-kira,Insya Alloh pengorbanan kita tak akan di sia-siakan oleh Alloh,karena telah berkurban dari hasil kita punya ladang usaha.Dan pasti akan di ganti dengan berlipat ganda oleh Alloh.

Semakin besar pengorbanan kita ,semakin besar pula pertolongan Alloh,Insya Alloh gak ada kata bangkrut bisnis,usaha atau perusahaan yang anda punya.Begitu juga sebaliknya.

Bukan apa-apa,sedekah,zakat,,memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan,termasuk ber-Qurban di hari raya Idul Adha,menyantuni anak yatim,jompo,orang miskin,itu semua sebagai tanda rasa syukur kita kepada sang pencipta yaitu Alloh SWT,dan kita memohon kepadaNya supaya tidak bangkrut usaha yang di rintis,dan Alloh tidak murka,karena jika Alloh sudah murka dan kita tidak bersyukur,perlahan dengan berjalannya waktu bisnis pasti ambruk,.Na'udzu billah.

Karena pertolongan Alloh itu ada pada orang miskin ,Alloh itu ada pada anak-anak yatim piyatu, Alloh itu ada pada orang-orang jompo,Alloh itu ada pada orang yang kelaparan,Alloh itu ada pada orang yang tertimpa musibah, maka tolong lah mereka dan pinta do'anya dari mereka, niscaya Alloh akan menolong kita juga.

Bila perlu kita sedekah jemput bola , tidak usah menunggu ada yang bawa map formulir sumbangan,datengin saja , cari siapa yang menjadi target sedekah.

Baca juga Sedekah di muka atau sedekah di depan klik di sini : http://koharaskar.blogspot.com/2012/07/sedekah-di-depan.html

Pengusaha manapun pasti menghindari dari kerugian. Tidak ada orang yang berusaha untuk rugi. Oleh sebab itu,penggunaan berbagai fasilitas kantor di minimalisasi dengan alasan penghematan, yah antara hemat dan pelit amat tipis. Apapun alasannya, intinya perusahaan pasti tidak ingin mengeluarkan biaya atau dana yang besar,karena akan mengurangi pemasukan.

Jika memenuhi kebutuhan pokok pun sulit ,apalagi bersedekah.? Qurban setahun sekali pun enggak pernah,? Ingat sedekah adalah salah satu langkah menuju untuk mendapatkan 10 langkah keuntungan,Orang yang bersedekah akan mendapatkan balsan 10 kali lipat dari apa yang di sedekahkan.

jadi bisnis Anda yang tengah maju akan semakin maju jika di barengi dengan sedekah,dan perlu Anda ingat dengan sedekah tidak akan pernah mengurangi harta yang Anda miliki.Bersedekah adalah cara untuk mendapatkan kekayaan yang lebih banyak.Allah Maha Kaya dan harta yang Anda sedekahkan tidak ada apa-apanya bagi DIA.

Sekalipun Perusahaan Anda mengalami kerugian karena terlampau sering bersedekah,percayalah hal itu hanya sementara. Selanjutnya , Alloh akan memberikan balasan yang lebih baik di banding yang Anda miliki sebelumnya. janagn berburuk sangka kepada Alloh atas kerugian yang menimpa Anda.

Pertanyaan berikutnya, apakah benar kita akan rugi kalau kita bersedekah atau berinfak dan berzakat dari 2,5 %,10%,20% bahkan sampai 50% dari keuntungan kita? kalau mungkin dilihat dari kacamata matematika mungkin ia.., tapi dari segi agama tidak begitu.

Untuk itulah kali ini saya mengangkat tema bisnis dan sodakoh berikut pengalaman nyata yang dialami oleh pengusaha sukses yang saya ambil dari koran republika terbitan 2004, semoga bisa dijadikan nasehat dan inspirasi buat diri kita yang saat ini sebagai pelaku bisnis,karyawan dsb.




Dasarnya ada pada Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 160 dimana Allah menjanjikan balasan 10 kali lipat bagi mereka yang mau berbuat baik (bersedekah adalah salah satu perbuatan baik):
Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Qur'an-Surat. Al-An’am (6) : 160


Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari HASIL USAHAMU YANG BAIK-BAIK dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan JANGANLAH KAMU MEMILIH YANG BURUK-BURUK lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Alquran : Surah Al Baqarah-Ayat 267)

Berikut Matematika Sedekahnya :
Menurut pelajaran matematika yang kita kenal di sekolah dasar,
10 – 1 = 9,
tetapi, di dalam matematika sedekah,
10 – 1 = 19,
sebab setiap kali kita bersedekah dengan memberikan satu unit rizki (harta) kita, Allah akan menggantinya (membalasanya) 10 kali lipat.
Jika matematika sedekah itu dilanjutkan, maka kita memperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:
10 – 2 = 28
10 – 3 = 37
10 – 4 = 46
10 – 5 = 55
10 – 6 = 64
10 – 7 = 73
10 – 8 = 82
10 – 9 = 91
10 – 10 = 100
Jadi, setelah 10 unit harta kita habis disedekahkan, maka kita memperoleh balasan dari Allah SWT 10 kali lipat dari semula, yaitu 100 unit. Matematika sedekah ini juga menjelaskan bahwa seseorang tidak akan jatuh miskin karena sering bersedekah, sebaliknya rizkinya makin bertambah. Subhanallah. Karena itu tidaklah perlu seseorang mempunyai sifat pelit atau kikir kepada orang lain.
Apakah balasan dari Allah SWT yang 10 kali lipat itu? Apakah berupa rezki yang jumlahnya 10 kali lipat dari harta yang kita sedekahkan? Wallahu alam, bisa begitu atau dalam bentuk yang lain, hanya Allah yang tahu. Balasan dari Allah SWT bisa berupa bantuan yang tidak terduga datangnya, bisa juga berupa dikabulkannya doa dan keinginan yang selama ini selalu dipinta.



Hidup di dunia, dibandingkan di akhirat hanya jam-jaman saja. Siksa di neraka tanpa batas. Nikmat di surga juga tanpa batas. Hal ini harus dipikirkan dari sekarang. Mumpung masih hidup. Namun, umumnya manusia, yang dipikirkan hanyalah yang sebentar itu, yang tanpa batas justru tidak dipikirkan.''

Kalimat-kalimat bernfas dan bernada kearifan itu meluncur dari seorang lelaki tua yang masih terlihat gagah, Soeparno. Di usianya yang menginjak 74 tahun, ia masih aktif dalam berbagai aktivitas dakwah. Ia juga selalu bergiat memperbanyak sedekah.

Pimpinan Santri Group itu menyedekahkan sebagian keuntungannya untuk umat. `'Ada beberapa perusahaan yang separuh untungnya untuk sedekah. Ada yang 20 persen keuntungnya untuk sedekah,'' papar Soeparno.

Kalau kita datang ke Toko Santri miliknya yang berjumlah 12 dan tersebar di seluruh wilayah Solo, kita akan menjumpai spanduk bertuliskan, `'Sebanyak 20 persen hasil usaha untuk sedekah, 2,5 persen untuk zakat.''

Apakah sedekah yang begitu besar (hingga mencapai 50 persen dari laba) tidak mengganggu usaha? Bukankah biasanya orang sengaja mencadangkan sebagian labanya untuk ekspansi usaha? ''Sama sekali tidak mengganggu usaha. Bukankah yang disedekahkan itu hanya labanya? Lagi pula, satu hal yang pasti, adalah keberkahan yang luar biasa.''

Bapak sembilan anak ini menambahkan, `'Saya tidak khawatir bahwa sedekah itu akan mengurangi laba dan mengganggu bisnis saya. Saya malah merasa bahagia, karena bisa memberikan sesuatu yang insya Allah berguna bagi orang lain,'' tutur lelaki yang memulai bisnis sejak masih usia belasan tahun.

Soeparno menyebutkan, anak-anaknya sudah besar semua. `'Tugas saya menyiapkan mereka untuk hidup layak di dunia boleh dibilang sudah terlaksana. Mereka semua sudah punya usaha. Sekarang justru yang penting adalah menyiapkan bekal buat saya pulang ke akhirat. Kalau saya menyedekahkan 50 persen laba saya, maka itulah yang jadi milik saya di akhirat nanti. Saya berharap bisa panen di akhirat,'' tuturnya.

Soeparno menyebutkan ada dua tujuan memperbanyak sedekah itu. Pertama, mencari ridha Allah. Kedua, memberi contoh kepada yang lain, khususnya keluarga dan sanak kerabat, supaya mencari kekayaan jangan untuk menyenangkan diri sendiri tapi untuk umat.


Dana sedekah dan zakat itu, oleh Soeparno digunakan untuk membangun pondok pesantren, masjid, SD Islam internasional, dan TK Islam. Soeparno juga mendirikan Yayasan Al Abidin. Dia menjadi ketua yayasan, sedangkan anggotanya adalah sembilan orang anaknya. `'Inilah sedikit sumbangsih kami kepada masyarakat. Semoga ada manfaatnya, dan semoga Allah SWT berkenan menerimanya,'' tuturnya.

Soeparno adalah contoh seorang pengusaha Muslim yang ulet. Dia merintis usahanya sejak kecil, sejak masih zaman Belanda. Mula-mula dia jualan nasi bungkus di desa Kaliyoso (Solo arah Purwodadi), keliling kampung. Kemudian dia berjualan rokok dan permen.

Tahun 1952 ia merantau ke Kalimantan. Dia sana dia masuk pendidikan militer selama enam bulan, dan menyandang pangkat Prajurit Dua. Dia jadi tentara sambil berdagang minyak tanah dan bertani di daerah Balikpapan. Tahun 1962, ia kembali ke Solo. Jadi tentara sambil berdagang beras. Tahun 1966, ia membuka pabrik kantong gula putih.''Tahun 1967 saya membuka pabrik jas hujan. Pabrik tersebut sampai sekarang masih bertahan. Produk tersebut beredar ke seluruh Indonesia. Mereknya adalah Cap Gajah,'' paparnya.

Tahun 1994, Soeparno melebarkan sayap usahanya dengan mendirikan pabrik tikar plastik. Pemasarannya mencakup Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada beberapa merek yang dipasarkan, seperti Cap Gajah, Cap Ikan Terbang, dan Cap Kuda Terbang. Usaha Soeparno terus berkembang. Tahun 2002, ia membuka pabrik busa untuk mebel. Pemasarannya mencakup seluruh wilayah Jawa Tengah. Tahun 2004, dia membuka pabrik rantang plastik dan gantungan baju. `'Orang Muslim harus selalu jeli melihat peluang-peluang bisnis,'' tegasnya.

Tak hanya memproduksi bermacam-macam produk. Soeparno juga bermain di sektor hilir, yakni ritel. Dia mendirikan toko kelontong yang menjual bermacam-macam karpet dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Toko yang memakai merek 'Santri' itu dirintis sejak 10 tahun silam. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 12 buah dan tersebar di seluruh wilayah Solo. `'Saya sengaja memakai atribut Islam. Jangan takut berbisnis memakai bendera syariah. Ini malah keharusan bagi seorang Muslim, agar usahanya jadi berkah,'' ujarnya.

Soeparno menyebutkan, 50 persen laba bersih pabrik busa, dan pabrik tikar disedekahkan. Pabrik mantel ada dua. Yang satu, 50 persen labanya disedekahkan. Yang satu lagi, 20 persen disedekahkan. `'Pokoknya jangan takut miskin lantaran bersedekah. Allah sudah berjanji akan membelas sedekah yang kita keluarkan dengan balasan berlipat ganda hingga 700 kali lipat. Dan janji Allah pasti benar,'' tandas Soeparno.

Dia menjelaskan, di zaman Rasulullah para sahabat senantiasa berlomba-lomba untuk bersedekah sebanyak mungkin. Abu Bakar,Umar, Ustman, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain, semuanya selalu berlomba-lomba untuk bersedekah sebanyak mungkin. Abdurrahman bin Auf adalah contoh seorang pengusaha yang selalu bersedekah sebanyak-banyaknya, namun hartanya makin melimpah. Makin besar sedekah yang dia keluarkan, harta tersebut makin berkembang. `'Sungguh, Allah SWT tak pernah mengingkari janjinya,'' tegas Soeparno.

Soeparno mendidik anak-anaknya untuk berbisnis. `'Tak ada anak saya yang jadi pegawai,'' katanya. Mengapa dia tidak mau jadi pegawai dan juga `melarang' anak-anaknya jadi pegawai? `'Sebab, kalau kita jadi pegawai, sering ibadah kita tidak lancar atau tertekan. Pernah waktu jadi pegawai, saya dihukum gara-gara shalat. Kalau punya usaha sendiri, ibadah bebas,'' tegasnya.

Di samping itu, kata Soeparno, kalau kita jadi pegawai, penghasilan pun relative terbatas, karena sudah diatur oleh pemilik perusahaan. `'Mana ada pegawai yang kaya kalau tidak korupsi?''kritiknya. Sebaliknya, kalau kita berbisnis. Peluang meraih kekayaan terbuka lebar. `'Bukankah Nabi bersabda bahwa 90 persen rezeki berada di tangan pedagang dan pengusaha. Sisanya yang 10 persen itulah yang diperebutkan banyak orang,'' ujarnya memberikan alasan.

Totalitas Soeparno dalam ber-Islam juga ditunjukkan dengan perhatiannya kepada bank syariah. Dulu, sewaktu Bank Muamalat buka cabang di Semarang, Soeparno menarik dananya di bank konvensional, kemudian menyimpannya di bank syariah tersebut. `'Setelah Bank Syariah Mandiri membuka cabang di Solo pada Agustus 2000, maka dana saya seluruhnya saya pindahkan ke BSM Solo. Saya merupakan nasabah pertama BSM Solo. Saya tidak hanya nasabah penyimpan dana, melainkan juga nasabah pembiayaan di BSM,'' paparnya.

Itulah Soeparno. Lelaki yang kelihatan selalu gesit dan penuh semangat bila bicara soal-soal Islam dan kaum Muslimin. Lelaki yang rohaninya makin kayak arena dia tidak sungkan-sungkan untuk mendistribusikan sebagian kekayaannya untuk orang yang memerlukan.

http://fajrisalim.blogspot.com/2007/11/bisnis-dan-sodakoh.html

Kisah Nyata ''Biaya Persalinan Lunas dengan Jalan Do'a dan Sedekah''

Gambar Ilustrasi
Gambar Ilustrasi

Ada kisah yang mengharukan. Kisah ini saya dengar dari Ustaz Yusuf Mansur saat beliau mengisi sebuah acara pengajian di TVRI. Alkisah, ada seorang laki-laki—sebut saja namanya Pak Agus—yang tengah mendapat cobaan dari Allah Swt. Dia diberhentikan dari tempatnya bekerja alias terkena PHK. Padahal, pekerjaannya itu adalah satu-satunya sumber penghasilan Pak Agus untuk menghidupi diri dan keluarganya. Jelas, PHK menjadi pukulan telak yang menohok tepat ke ulu hatinya. Masalahnya ternyata tidak hanya sampai di situ. Menurut kabar dari bidan, tidak lebih dari seminggu lagi istrinya yang tengah hamil tua akan melahirkan.
“Wah gimana neh, istri mau melahirkan pas kena PHK. Belum sempat kasbon!” Mungkin demikian yang kita katakan jika kita yang mendapatkan musibah semacam ini, plus omelan atas nasib. Namun, tidak demikian dengan Pak Agus. Karena dia orang saleh, ketika mendengar bahwa istrinya akan melahirkan kurang dari seminggu, dia langsung mengambil wudu dan bersimpuh di hadapan Allah Swt. sembari berdoa, “Ya Allah, terima kasih Engkau telah menakdirkan saya kena PHK sehingga saya dapat pesangon dua juta rupiah. Mudah-mudahan Engkau mudahkan proses kelahiran anak kami … jangan sampai kena operasi sesar, ya Allah!”
Singkat cerita, proses persalinan istrinya segera datang. Pak Agus membawa istrinya itu kepada seorang bidan. Setelah didiagnosis dan dilakukan tindakan pertolongan pertama, Ibu Bidan menyimpulkan bahwa istri Pak Agus harus disesar karena ada gangguan pada si jabang bayi yang tengah dikandungnya. Karena tidak sanggup menangani proses persalinan, dia pun dirujuk ke sebuah rumah sakit besar yang ada di Jakarta.
Selama di dalam bajaj, Pak Agus berhitung bahwa kalau sesar, apalagi di rumah sakit besar, tidak akan cukup uang dua sampai tiga juta. Dalam hitungannya, minimal dia harus pegang enam sampai tujuh juta. Padahal, uang hasil pesangon yang ada di dompetnya tinggal 1,6 juta rupiah. Akan tetapi, demi keselamatan anak dan istrinya, Pak Agus tetap nekat membawa sang istri ke rumah sakit.
Di rumah sakit, persoalan yang muncul bukan lagi persoalan uang, melainkan persoalan nyawa anaknya. Mengapa? Dokter yang menangani istri Pak Agus mengatakan, ”Menurut hasil pemeriksaan, mudah-mudahan Bapak bisa bersabar, anak Bapak ini akan lahir dengan menderita bocor jantung bawaan, gagal jantung bawaan, dan tumor otak.” Maksudnya, si anak akan lahir dengan membawa satu paket musibah yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Orang tua mana yang tidak hancur hatinya mendengar anak yang telah sembilan bulan ditunggunya akan lahir dengan cacat jantung akut dan otak yang ada tumornya. Jika saja yang kena musibah ini tidak punya iman, sudah tentu dia akan stres berat bahkan mati berdiri, terlebih ketika mendengar dokter itu berkata lagi, ”Kalaupun lahir, anak Bapak paling-paling hanya bisa bertahan 18 hari saja. Menurut medis, tidak akan lebih dari jangka waktu itu.”
Pak Agus membuang jauh-jauh prasangka buruk kepada Allah dan sikap putus asa. Dia berusaha menerima hal itu dengan kesabaran walau dadanya serasa sesak. Setelah mendengar berita buruk tersebut, dia langsung mendekati sang istri untuk menguatkan dirinya. Dia berusaha meyakinkan sang istri bahwa dengan kuasa-Nya, Allah Swt. telah menakdirkan dirinya hamil, padahal ada banyak wanita yang sangat mengharapkan dirinya bisa hamil. Dia pun meyakinkan istrinya untuk menjadi manusia yang bersyukur dengan tetap mengusahakan anaknya lahir, apa pun kondisinya.
Setelah semuanya siap, operasi sesar pun dilakukan. Alhamdulillah, proses persalinan istri Pak Agus bisa dilakukan dengan lancar dan selamat. Sesuai dengan prediksi dokter, sang jabang bayi lahir dengan berat 2kg. Tiga hari kemudian, berat badannya menyusut menjadi 1,6kg. Jika tiga hari saja berat badannya sudah menyusut 0,4kg, berapa kilogram berat badan si anak akan susut dalam waktu 18 hari? Tampaknya, mustahil bagi si anak untuk bisa bertahan hidup tiga minggu lamanya.
Walaupun kemungkinan sembuh sudah setipis rambut, akan tetapi Pak Agus sangat meyakini kekuasaan Allah Swt. Bagi-Nya tidak ada yang tidak mungkin. Karena itu, dalam shalat-shalat malamnya, Pak Agus senantiasa berdoa, ”Ya Allah, Engkau telah menakdirkan istri saya hamil dan Engkau telah menakdirkan pula anak saya lahir dengan selamat, maka berilah kesembuhan kepadanya.”
Dalam tiga hari tersebut, uang Pak Agus tinggal 1,4 juta rupiah lagi. Karena merasa uang sejumlah itu tidak akan cukup untuk membayar biaya persalinan dan perawatan rumah sakit, Pak Agus ”nekat” membagikan uang tersebut kepada fakir miskin yang ditemuinya.
Keteguhan, kesabaran, dan keyakinan pasangan suami istri ini telah melahirkan keajaiban. Si anak, yang sebelumnya divonis tidak akan bertahan lebih dari 18 hari, ternyata mampu hidup hingga 20 hari lamanya dan dengan kondisi kesehatan yang terus membaik. Dokter pun sempat terheran-heran dengan apa yang dilihatnya. Dia pun mengelurakan statement baru bahwa kalau kondisinya terus membaik seperti itu, dalam waktu seminggu lagi si anak sudah bisa dibawa pulang. ”Paling nanti kalau sudah di rumah dilakukan rawat jalan saja. Saya melihat anak Bapak ini seorang fighter (pejuang) yang pantang menyerah,” kata dokter itu kepada Pak Agus.
Setelah 27 hari dirawat di rumah sakit, dokter menyatakan kalau si anak sudah benar-benar sehat. ”Alhamdulillah, anak Bapak besok sudah bisa dibawa pulang. Sekarang, Bapak tinggal mengurus administrasinya. Mudah-mudahan anak Bapak bisa panjang umur,” katanya.
Saat mendengar kata-kata itu, Pak Agus langsung tersentak. Selama hampir empat minggu itu, dia lupa mencari uang karena terlalu disibukkan mengurus istri dan anaknya. Dia langsung berpikir keras bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membayar biaya pengobatan dari rumah sakit yang jumlahnya membuat kepala pening. Angka tagihan yang diterima Pak Agus adalah 27 juta rupiah, sebuah angka yang fantastis untuk orang seukuran dirinya.
Langkah pertama yang ditempuh Pak Agus adalah mendatangi salah seorang kawan dekatnya di bilangan Ciledug untuk meminjam uang. Namun, jumlah pinjaman yang berhasil didapatkan masih jauh dari jumlah yang dibutuhkan, yaitu hanya dua juta rupiah. Jelas, uang dua juta jauh dari cukup untuk melunasi tagihan rumah sakit yang selangit. Akhirnya, Pak Agus berjalan kaki dari Ciledug menuju Salemba. Sepanjang jalur yang dilewati, dia membagikan uang yang dua juta itu kepada orang-orang miskin yang ditemuinya. Sesampainya di rumah sakit sekitar jam dua sore, uang yang dua juta itu sudah ludes. Pak Agus pun langsung menuju mushala rumah sakit. Dia bersujud dan bersimpuh di hapan Allah. Sambil menangis, dia memohon kepada Allah, ”Ya Allah, seandainya sampai Ashar ini kami tidak berhasil mendapatkan uang yang 27 juta itu, kirimkanlah kepada kami orang kaya yang bisa membeli anak kami.”
Pada saat itu, ada seorang ibu yang dengan serius memperhatikan Pak Agus. Lalu, si ibu berjalan mendekat.
”Kenapa, Pak, menangis?” tanyanya.
”Iya Bu, hari ini anak saya akan keluar dari rumah sakit,” jawab Pak Agus.
”Keluar dari rumah sakit kok nangis, harusnya kan bahagia,” sambung si ibu.
”Justru itu, uang untuk menebusnya tidak ada,” jawab Pak Agus.
”Oh begitu … ya udah berarti Bapak adalah orang yang sedang saya cari. Dari pagi saya bawa uang ini … buat siapa neh di rumah sakit ini, tapi nggak ketemu-temu. Eh,  ternyata buat Bapak,” ujar si ibu sambil memberikan sebuah kantong keresek merah yang tampak begitu berat.
Saat itu Pak Agus langsung sujud syukur dan menangis terisak-isak karena bahagia. Berulang kali dia mengucapkan terima kasih kepada Allah yang telah mengirimkan seseorang yang mau membantunya. Dia sendiri lupa dengan si ibu yang memberi uang, saking surprise-nya. Ketika bangun dari sujud, dia baru ingat kalau dia belum sempat mengucapkan terima kasih kepada si ibu. Pada saat yang bersamaan, si ibu itu sudah tidak ada lagi di sampingnya. Pak Agus clingak-clinguk mencari-cari ke mana si ibu pergi. Dia langsung berlari ke tempat parkir dengan meninggalkan kantong merah itu di mushala. Setelah mencari-cari, orang dermawan itu tidak berhasil ditemukannya. Pak Agus pun kembali ke mushala. Syukur, kantong plastik merah itu masih tetap berada di tempatnya.
Setelah itu, Pak Agus langsung menuju ruangan administrasi dengan niat melunasi biaya perawatan anak dan istrinya tanpa berani membuka kantong itu.
“Mbak, saya mau ambil anak saya hari ini,” kata Pak Agus.
Petugas administrasi itu mengatakan bahwa Pak Agus belum bisa membawa anaknya hari itu karena harus menunggu dokter yang merawatnya.
“Ya sudah, kalau begitu saya mau bayar dulu biaya perawatannya,” sambung Pak Agus.
“Kalau bayar sekarang, Bapak tidak kena charge,” jawab petugas itu.
“Mbak, saya punya uang segini-gininya. Silakan dihitung. Mudah-mudahan cukup,” kata Pak Agus sambil memberikan kantong merah itu kepada si petugas.
Setelah dibuka, ternyata kantong merah itu isinya benar-benar uang. Setelah dihitung, jumlahnya persis 27 juta rupiah. Subhanallah.

Memancing Rezeki dengan Sedekah
Kisah Pak Ahmad dan Pak Agus tadi memberi gambaran kepada kita bahwa sedekah akan mampu memancing rezeki yang lebih besar, lebih berkah, dan lebih berdaya guna. Yang diperlukan di sini adalah seberapa kuat keyakinan kita kepada janji Allah Swt. Semakin kuat keyakinan seorang hamba akan janji Allah, semakin besar pula kepercayaan yang akan Allah Swt. berikan kepada hamba tersebut.
Oleh karena itu, di dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
“Hendaklah kalian mencari rezeki dengan bersedekah.”
Jika dibaca sekilas, redaksi hadits ini sangat membingungkan. Bagaimana mungkin sedekah akan menambah rezeki? Bukankah dengan bersedekah kita mengeluarkan uang yang kita miliki dan bukan mendapatkan uang? Asalnya seratus ribu kemudian disedekahkan lima puluh ribu sehingga uang kita hilang setengahnya? Bagaimana ini?
Memang, kalau kita mengunakan logika matematika, jumlahnya pasti berkurang. Akan tetapi, sedekah tidak bisa didekati seluruhnya dengan logika matematika atau logika kaum sekuler. Ada logika iman di sana yang menyatakan bahwa Allah Swt. akan melipatgandakan nilai sedekah seorang hamba hingga berkali lipat jumlahnya. Boleh jadi, ketika kita memberi, uang yang ada di dompet kita berkurang sejumlah nominal yang diberikan. Akan tetapi, pada saat memberi itu kita langsung mendapat balasan dari Allah berupa ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelapangan, dan keberkahan. Tidak lama kemudian, harta yang kita sedekahkan tersebut akan mengundang teman-temannya untuk “mendatangi” kita, bisa dalam bentuk harta yang sama, yaitu uang; bisa dalam bentuk kesembuhan dari penyakit, yang apabila dikonversikan dalam bentuk uang akan berlipat-lipat jumlahnya; bisa dalam bentuk diselamatkannya kita dari kecelakaan dan bencana; bisa dalam bentuk jodoh; anak yang dinantikan kehadirannya; pekerjaan yang cocok dengan selera dan kemampuan kita; ilmu pengetahuan yang kita dapatkan; kenalan baru yang akan membawa keberuntungan dunia akhirat; kemudahan saat sakaratul maut; dan puncaknya terselamatkannya kita dari siksa neraka di akhirat kelak. Jadi, uang 50 ribu rupiah yang kita sedekahkan akan beranak pinak menjadi berlipat-lipat jumlahnya.

Semoga Bermanfa'at.

Sumber : http://syaamilquran.com/sedekah-pembuka-pintu-rezeki.html#comment-448

Kisah Nyata ''Dilema Antara Uang Tabungan untuk Naik Haji dengan Menolong Tetangga Yang Butuh Biaya Rumah Sakit ''




gambar-sedekah1 Sedekah, Menjadi Solusi Hajat Terkabul.



Setelah sekian lama menabung, mengumpulkan lembar demi lembar rupiah dari hasil berjualan, terkumpullah dalam tabungan Pak Ahmad sejumlah uang yang cukup untuk membayar ongkos naik haji (BPIH). Impian sejak muda untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sebentar lagi akan terwujud. Doa-doa yang senantiasa terucap selepas shalat tidak lama lagi akan menjadi kenyataan.
Pak Ahmad bukanlah orang kaya. Dia hanyalah penjual es yang harus bekerja ekstra keras agar bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk berhaji. Kuatnya keinginan Pak Ahmad untuk menyempurnakan bangunan keislamannya, menjadikan dia mampu berdisiplin menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabungkan.
Namun demikian, sebenarnya ada sedikit rasa “tidak enak” dalam hati Pak Ahmad. Uang yang dikumpulkannya itu hanya cukup untuk melunasi BPIH untuk dirinya sendiri, tidak untuk istrinya. Padahal, uang itu dapat terkumpul sebagian karena bantuan istrinya juga. “Tidak apalah, mudah-mudahan Allah memberikan rezeki sehingga istrinya bisa kebagian jatah haji pada tahun-tahun berikutnya,” begitu pikiran Pak Ahmad.
Satu hari menjelang pendaftaran, salah seorang tetangganya datang ke rumah untuk meminjam sejumlah uang untuk membayar biaya rumah sakit. Tetangga Pak Ahmad ini terbilang orang susah. Untuk makan sehari-hari saja dia kelimpungan. Kesulitannya semakin bertambah ketika suaminya terkena sakit parah dan mau tidak mau, untuk menyelamatkan nyawanya, dia harus masuk rumah sakit. Itu pun di kelas III yang hampir semua penghuninya kaum dhuafa. Setelah berusaha ke sana kemari meminjam uang dan hasilnya nihil, ibu ini memberanikan diri datang ke rumah Pak Ahmad untuk meminjam uang.
Pak Ahmad pun dihadapkan pada pilihan sulit: meminjamkan uang dan cita-citanya untuk berhaji akan kandas di tengah jalan; tidak meminjamkan uang dan membuat penderitaan tetangganya bertambah panjang. Setelah berdiskusi dengan istrinya, Pak Ahmad memilih jalan ketiga. Dia tidak meminjamkan uang dan tidak pula menahannya, akan tetapi memberikan seluruh uang hajinya untuk membayar biaya rumah sakit tetangganya. Sebuah pilihan yang sangat berat, berani, dan tidak masuk akal dalam pandangan kaum materialis. Bayangkan saja, bertahun-tahun menabung, peras keringat banting tulang mengumpulkan uang, dan ketika uang sudah terkumpul dia memberikannya begitu saja kepada orang lain. Namun, amal kebaikan seringkali tidak bisa diukur dengan logika kebanyakan orang. Sebagaimana tidak masuk logikanya Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih anaknya atau ”keanehan” sikap para sahabat yang rela meninggalkan tanah kelahirannya, sanak saudara, dan harta kekayaannya demi berhijrah ke Madinah, walau harus melalui perjalanan yang sangat berat. Itulah buah keimanan yang teramat tinggi nilainya dan sulit dicerna oleh orang-orang yang matanya sudah silau dengan dunia.
Pak Ahmad dan istrinya sangat yakin, Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal kebaikan hamba-hamba-Nya. Bukankah Allah dan Rasul-Nya telah berjanji bahwa siapa saja yang meringankan beban saudaranya di dunia akan Allah ringankan bebannya di akhirat? Kemampuan memilih prioritas amal disertai keyakinan yang mantap terhadap janji Allah telah menguatkan hati Pak Ahmad untuk memberikan hartanya yang paling berharga.
Disertai derai air mata sedih campur bahagia, tetangga Pak Ahmad menerima uang itu. Dia seakan tengah bermimpi, ternyata pada zaman sekarang masih ada orang yang berhati mulia seperti Pak Ahmad dan istrinya. Dia tidak mampu berkata apa-apa, selain ucapan terima kasih dan doa semoga Allah mengganti uang tersebut dengan sesuatu yang lebih baik.
Kisah pun berlanjut. Seorang dokter yang menangani operasi Pak Fulan, tetangga Pak Ahmad, sedikit kaget. Kok bisa pasien seperti Pak Fulan bisa membayar biaya operasi yang termasuk mahal, bahkan sangat mahal bagi sebagian orang. Padahal, dokter itu sudah bisa menebak latar belakang Pak Fulan. Iseng-iseng dia bertanya dari mana Pak Fulan mendapatkan uang, apakah dia menjual warisan, menjual rumah, meminjam, atau apa?
“Sama sekali bukan, Dok! Kami ini orang miskin, tidak punya apa-apa. Jangankan membayar biaya rumah sakit yang puluhan juta, untuk makan sehari-hari pun harus gali lobang tutup lobang,” jawab Pak Fulan.
“Lho, kalau begitu dari mana?”
“Alhamdulillah, ada seseorang yang membayarkan biaya operasi kami.”
Dokter itu makin penasaran, “Wah, hebat benar orang itu. Pastilah dia orang kaya yang sangat dermawan.”
”Oh … tidak, Dok! Dia orang biasa-biasa.” Pak Fulan kemudian menceritakan kisah Pak Ahmad yang rela menunda ibadah haji demi meringankan beban penderitaan dirinya yang hanya sekadar tetangga.
Selesai Pak Fulan bercerita, Dokter itu langsung meminta izin untuk diperkenalkan kepada Pak Ahmad. Dia ingin tahu lebih jauh tentang siapa Pak Ahmad itu sebenarnya. Allah pun mempertemukan mereka.
Kepada Pak Ahmad dan istrinya, Dokter ini berkata, “Saya ingin belajar ikhlas seperti yang Ibu dan Bapak lakukan. Tapi bukan di sini. Saya ingin belajarnya di Tanah Suci. Jadi, saya dan keluarga akan mengajak serta Ibu dan Bapak pergi ke sana tahun ini …!”
Mata Pak Ahmad tampak berkaca-kaca. Sejenak dia tidak bisa berkata-apa. Dia seakan tidak percaya dengan kata-kata yang didengarnya. Pada penghujung kejadian itu, hanya ucapan hamdallah saja yang terucap dari bibirnya.
Begitulah, sebelum membalas kebaikan di akhirat, Allah Swt. telah memberikan DP-nya terlebih dahulu di dunia. Harapan Pak Ahmad untuk berhaji dengan istrinya akhirnya terlaksana lebih cepat dalam keadaan yang penuh kebahagiaan.

Semoga Bermanfaat.Amin.

Sumber : http://syaamilquran.com/sedekah-pembuka-pintu-rezeki.html#comment-448